Nasionalisme Dalam Semangkuk Bakso

Catatan dari warung bakso

Akhir-akhir ini isu tentang nasionalisme sedang viral-viralnya. Orang-orang dengan mudahnya memberi label pada orang lain bahwa dirinya tidak nasionalis. Kalau suatu kelompok membenci kelompok yang lain, mereka dengan mudahnya mengatakan bahwa kelompok tersebut tidak nasionalis, tidak pancasilais, ekstrem lah, dan sebagainya. Ditambah lagi keadaan generasi muda bangsa ini yang semakin tergerus oleh budaya-budaya barat yang hedonis. Iman dan jiwa nasionalisme mereka-termasuk kita- terkikis oleh kota-kota besar dan perkembangan teknologi.
Lalu sebenarnya apa hakikat nasionalisme itu?

Menurutku, masalah nasionalisme ini menjadi tanggung jawab kita bersama. Masalah orang-orang yang menggunakan nasionalisme, yang harusnya jadi alat pemersatu bangsa malah dijadikan sebagai alat untuk caci maki, harus kita cari solusinya bersama.

Dalam pelajaran PKN di sekolah aku diajarkan bahwa Nasionalisme adalah rasa cinta tanah air. Mengaku bahwa diri kita nasionalis, berarti mengakui bahwa kita mencintai negeri ini, mencintai budaya negeri ini, cinta dengan rakyatnya, cinta dengan bahasanya, cinta dengan keberagamannya, cinta produk aslinya, dan tak luput cinta dengan makanan khasnya. Di sekolah kalian juga ada pelajaran PKN kan?

Miris, melihat anak muda sekarang ini lebih familiar dengan makanan-makanan cepat saji, makanan-makanan khas luar negeri. Padahal, makanan khas asli Indonesia juga tidak kalah menarik, tidak kalah enaknya, bahkan lebih enak malah. Sekarang ini kita lebih memilih nongkrong di cafe-cafe yang menyajikan makanan-makanan cepat saji atau makanan luar negeri daripada nongkrong di angkringan atau warung makanan asli Indonesia. Kita merasa malu kalau tidak nongkrong di cafe, takut di bilang primitif lah, nggak gaul lah, dan lain-lain.

Padahal, makan atau sekedar nongkrong di warung makanan asli Indonesia juga tidak kalah keren, tidak kalah gaul. Apa karena kita gengsi makan di tempat yang murah? Di pinggir jalan, di tempat-tempat yang nggak ada wifi gratis nya?
Lebih keren lagi, kalau kita lebih milih nongkrong di warung bakso misalnya, terlebih lagi kita bangga denagn hal itu. Gampangnya, kita nggak perlu malu nongkrong di warung bakso, nggak perlu malu dibilang kere, nggak gaul. Nggak perlu!

Bakso itu kan salah satu makanan asli Indonesia, dengan bangga makan bakso, bangga nongkrong di warung bakso, berarti kita bangga dengan budaya Indonesia. Mencintai bakso berarti kita mencintai budaya Indonesia, mencintai budaya Indonesia berarti kita mencintai Indonesia. Itulah nasionalisme!
Murah loh! Dengan dengan 5.000, atau paling mahal 10.000 rupiah kita bisa meningkatkan jiwa nasionalisme kita. Nggak cuma bakso, makanan khas yang lain pun juga sama. Apalagi sekarang banyak cafe-cafe dan foodcourt-foodcourt di mall yang menyediakan makanan-makanan khas negeri ini dan mengkreasikannya sedemikian rupa agar tidak kalah dengan makanan-makan dari luar negeri lainnya.

Jika setiap masyarakat Indonesia bangga dan lebih mencintai produk atau budaya asli Indonesia, nggak perlu lagi tuh ada yang saling menuduh tidak nasionalis. Setiap orang akan lebih memilih memperhatikan kadar nasionalisme diri mereka sendiri, daripada sibuk menuduh orang lain yang belum tentu benar dan salahnya. Apalagi kalau kita bisa mengenalkan budaya asli, termasuk makanan khas Indonesia ini kepada dunia luar.
Makanya ayo banyak-banyak makan makanan khas negeri kita, untuk menghangatkan lagi jiwa nasioanalisme kita, sehangat kuah bakso ini!

Tinggalkan komentar