WC Jongkok vs WC Duduk

Catatan dari WC Umum Changi Airport

Di era serba modern seperti saat ini, kita diberikan kemudahan dalam mengerjakan berbagai hal, dari mulai perkerjaan rumah tangga yang sepele hingga pekerjaan yang memerlukan tenaga besar, seperti membangun sebuah rumah misalnya. Tidak terkecuali dalam bidang kebersihan.

Beberapa tahun lalu, usai aku dan keluargaku berlibur di Singapura dan ingin kembali ke Indonesia, kami akan melakukan penerbangan pulang dari Bandara Internasional Changi, salah satu bandara yang termasuk bandara terbaik sekaligus tersibuk di dunia itu, selain itu bandara ini juga terkenal akan kebersihannya dan juga fasilitasnya yang serba modern.
Karena waktu itu merupakan pengalaman pertama kami berlibur ke luar negeri, dan kami belum tahu kondisi lalu lintas di Sngapura, kami berangkat dari hotel jam 6 pagi. Padahal jadwal take off pesawat adalah pukul 9.

Sampai disana, keadaan bandara masih belum terlalu ramai. Untuk menunggu waktu check in dan untuk mengusir rasa bosan, aku memilih memakan jatah sarapanku, memang karena aku lapar dan tadi pagi aku belum sempat sarapan. Karena memang udaranya sedang dingin dan aku sedang lapar-laparnya, ditambah rasa bosan yan menyertai, tidak terasa pagi itu aku makan banyak sekali. Walau menu makanan pagi itu hanya nasi dengan ikan teri dan telur dadar dan sebotol Tupperware yang isinya teh dan juga sebungkus wafer, tapi aku makan begitu lahap, seakan-akan aku sedang berbuka setelah berpuasa 2 hari.

Terlalu banyak makan dan minum, tiba-tiba perutku terasa mual. Langsung saja aku berlari mencari kamar mandi. Dengan berat hati, kuletakan kotak makanku dan bergegas mencari kamar mandi. Ketika berlari mencari kemar mandi, aku berpapasan dengan banyak orang salah satunya adalah seorang pria berkepala boak yang menurut hipotesisku adalah seorang biksu. Kenapa demikian? Karena selain botak, bapak-bapak tadi juga berapakaian seperti biksu-biksu yang ada di film-film Kung Fu. Jika kuperhatikan sekilas, pakaiannya mirip dengan pakaian ihram yang biasa digunakan ketika umroh atau haji, tapi bedanya warnanya coklat. Dan juga bapak tadi bersandal bakiak seperti milik guru Jiraiya, gurunya Naruto itu loh. Ada beberapa hal yang membuatku bertanya-tanya dengan biksu tadi; 1. Ternyata biksu benar-benar ada, 2. Apakah biksu tadi tidak kedinginan dengan hanya memakai kain ihram, padahal bandara ini ber-AC, 3. Ternyata biksu juga naik pesawat, 4. Ternyata biksu juga punya koper, apakah isinya juga kain ihram-kain ihram yang lain,entahlah, dan terakhir, 5. Ternyata biksu juga punya smartphone. Sebenarnya ingin kuhampiri biksu tadi dan meodongnya dengan beberapa pertanyaan, tapi hal tersebut kuurungkan karena hanya akan malu-maluin dan sekarang aku sedang kebelet pipis! Oh, ternyata biksu memang hebat, melihatnyanya sekilas pun bisa membuatku lupa kalau aku sedang mencari kamar mandi.

Akhirnya aku menemukan kamar mandi. Disana, diujung jalan itu, dibalik pilar warna putih yang ada troli-troli berjejer di dekatnya. Tanpa meminta izin kepada petugas yang berdiri tidak jauh dari pintu kamar mandi, dan tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu, aku masuk kedalam kamar mandi tersebut.
Seketika aku dibuat takjub sekaligus bingung dengan kehebatan bandara yang satu ini.

Ketika aku ingin buang air kecil, aku dikagetkan dengan klosetnya. Belum pernah kulihat kloset semewah closet di bandara ini, tombol yang ada di kana kiri closet itu banyak sekali, mungkin sama banyaknya dengan tombol remote tv di rumahku. Karena takut salah memencet tombol, nanti malah air yang keluar mengenai wajahku kuurungkan niatku untuk buang air. Memang itu pengalaman pertamaku memakai kamar mandi kelas internasional, akhirnya aku memilih mengambil air dari wastafel(wastafel nya juga touchscreen) dan menunda pipis ketika nanti sudah di dalam pesawat saja. Ada-ada saja kloset kelasa internasional itu! Oh, atau aku yang terlalu ndeso ya?

Tidak hanya di Singapura, aku yakin di negeri kita sendiri pun telah banyak beredar kloset-kloset yang beraneka ragam bentuk dan fiturnya. Tapi, bukan kehebatan teknologi MCK ini yang akan aku bicarakan, tetapi lebih ke bagaimana pandanganku terhadap perkembangan teknologi ini. Jujur. Aku lebih suka menggunakan wc jongkok yang biasa saja, karena sejak kecil memang sudah terbiasa, dan bagiku wc jongkok adalah tempat peraduan terbaik.

Dilihat dari segi fitur dan bentuk, wc jongkok jelas tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan wc duduk manapun. Tapi dari segi manfaat, wc jongkok lah yang nomer satu.
Selain menghemat waktu, buang air di wc jongkok ternyata juga dapat melatih kekuatan otot kaki. Terbukti, dengan berlama-lama jongkok akan menyebabkan pegal di lutut, ini bisa jadi alternatif bagi mereka yang malas berolahraga. Hehehe.

Barangkali manfaat lain yang tidak kita dapatka dari wc duduk adalah; wc jongok dapat menjadi sarana melatih tanggung jawab. Kok bisa? Coba saja. Kita lihat orang yang tidak meyentor wc setelah menggunakannya, bisa dipastikan orang tadi tidak memiliki rasa tanggung jawab atau kesadaran akan kebersihannya kurang.

Bagaimana dengan wc duduk? Tentu berbeda. Menurutku wc duduk hanya dipruntukkan bagi mereka yang malas, bayangkan tanpa perlu bersusah payah mengambil air dari bak mandi kemudian menyiramkan air ke wc, kita hanya perlu menekan tombol yang ada dan kemudian wc akan bersih kembali.Hal yang sangat mudah dan dapat dilakukan dikerjakan oleh siapa saja, bahkan dengan menutup mata. Barangkali kalian berpikir, memang tujuan utama dari teknologi adalah memudahkan. Ya memang. Tapi kalau suautu kemajuan, dalam hal ini teknologi, malah berdampak pada hilangnya suatu kebudayaan, yaitu hilangnya rasa tanggung jawab, bukankah itu suatu hal yang buruk?
Kesimpulannya, wc jongkok adalah wc yang inspiratif dan edukatif. Inspiratif karena kebanyakan ide datang ketika kita berada diatas wc, dan edukatif karena dapat menjadi sarana kita melatih tanggung jawab. Berbeda dengan wc duduk yang hanya mementingkan kemudahan dan kenyamanan bagi penggunanya.
Hei! Dan juga wc jongkok lebih menghemat waktu daripada wc duduk, karena ketika kita jongkok sistem ekskresi kita bekerja lebih optimal. Kutulis sistem ekskresi disini, karena jika kutulis dengan ‘eek’ atau ‘pipis’ akan terasa tidak sopan.

Terakhir, wc jongkok adalah budaya, dan budaya yang baik harus selalu kita jaga dan kita lestarikan. Jadi mari kita lestarikan budaya bertanggung jawab dan budaya cinta kebersihan lewat wc jongkok ini!

2 tanggapan untuk “WC Jongkok vs WC Duduk

Tinggalkan komentar