Superhero

Catatan setelah Ant Man and The Wasp

Sejak kecil aku suka sekali dengan superhero. Superhero apapun. Termasuk juga Power Rangers. Aku punya banyak mainan action figure superhero, kaset-kaset gamenya, video gamenya, bahkan bajuku banyak yang bergambar tokoh superhero, dan sampai sekarang pun masih. Sampai-sampai, waktu kecil dulu aku pernah punya cita-cita menjadi seorang superhero.

Sampai sekarang pun, aku masih suka siperhero. Setiap ada film superhero terbaru, aku berusaha untuk tidak melewatkannya. Tapi sekarang jadi rumit. Karena semakin aku besar, tokoh superhero yang ada semakin banyak. Kalau dulu paling cuma ada Superman, Batman, dan Spiderman, sekarang muncul Iron Man. Bahkan Iron Man punya tim superhero sendiri dan Superman juga punya timnya sendiri. Belum lagi ada film yang memperlihatkan Superman bertengkar dengan Batman. Aku jadi pusing.

Kalian juga suka film superhero? Marvel? DC? Atau The Incredible?
Tunggu. Bicara soal film. Kau tahu kenapa film-film superhero Marvel lebih disukai dibandingkan film superhero buatan DC? Karena film-film Marvel mengandung unsur komedi yang sedikit atau bahkan tidak ada dalam film film superhero DC.

Terus, superhero-superhero Marvel diceritakan lebih nyata daripada superhero-superhero DC, ya walupun keduanya sama-sama fiksi. Tapi Marvel terlihat lebih masuk akal, kalau di film Marvel diceritakan bagaimana para tokoh mendapatkan kekuatan super mereka, beda dengan DC yang superhero-superheronya berasal dari diunai yang lain dan seakan-akan sulit mati, bahkan hampir semanya bisa terbang.
Tidak cuma superheronya, villain di Marvel juga kelihatan masuk akal, beda sama DC yang musuhnya sering adalah monster.

Selain menggabungkan unsur komedi dan sci-fi yang keren, di film Marvel juga banyak pelajaran-pelajaran atau hikmah-hikmah yang dapat kita ambil. Misal di film Ant Man, kita belajar bagaimana sosok seorang ayah yang ingin berubah jadi baik demi anak kesayangannya. Di film Iron Man, kita belajar tentang tanggung jawab atas semua perbuatan yang telah kita lakukan, atau di film Doctor Strange, kita jadi tahu akibat buruk dari egosime yang berlebihan.

Jadi, selain menghibur, film-film Marvel juga banyak menginspirasi. Dan nggak jarang nonton film Marvel bisa sangat emosional.
Nah, kutarik kesimpulan seperti ini: DC memperlihatkan kita kehidupan seorang superhero, tapi Marvel mengajarkan kita bagaimana menjadi seorang superhero.

Bicara soal menjadi superhero. Pernah tidak sih kalian berpikiran untuk memiliki kekuatan super? Atau ingin menjadi menjadi salah satu tokoh superhero?

Jika iya, berarti kita sama. Dari dulu sampai sekarang, aku pengen punya kekuatan bisa berlari secepat The Flash. Biar setiap pagi aku selalu merasa tenang, toh jika aku terlambat ke sekolah, aku bisa berlari secepat kilat.

Pernahkah kita berpikir, sebenarnya apasih tujuan kita ingin punya kekuatan super? Ingin bersenang-senang? Memudahkan pekerjaan kita dan hidup bahagia? Aduh, bicara soal bahagia itu selalu rumit. Tunggu, apakah para superhero di film-film itu menginginkan kebahagiaan dari kekuatan super yang mereka punya? Memilih bahagia dengan menjadi superhero?

Kurasa tidak, bahkan sebagian dari mereka memiliki kekuatan super bukan atas kehendak mereka sendiri. Mereka memilikinya mungkin karena terpaksa, atau karena dendam masa lalu, atau mereka mendapatkannya secara tidak sengaja, digigit serangga misalnya. Atau seperti Cyborg yang mendapat kekuatan super dengan harus hampi mati terlebih dahulu.
Apakah kalian pikir, dengan memiliki kekuatan super, kita akan menjadi manusia yang paling bahagia?

Tidak kawan, lihatlah Tony Stark, sejak menjadi Iron Man, ia tak lagi punya waktu untuk Pepper Pots, bahkan ia pernah tidur 3 hari sekali. Thor? Dia selalu dihantui oleh keselamatan rakyat Asgard, hidupnya tidak pernah tenang. Batman? Dia punya mobil mahal dan tinggal di gua super canggih, itu semua sebagai balas dendam atas kematian kedua orangtuanya di depan matanya saat masih kecil. Aquaman? Menjadi raja atlantis saja dia tidak mau. Hulk? Bruce Banner bahkan membenci Hulk, atau Black Panther? Superman? Atau Wonder Woman?

Tapi, menjadi seorang manusia super tidaklah terlalu buruk. Mungkin ada benarnya jika mereka memilih kebahagiaan mereka dengan menjadi superhero. Dengan membantu orang lain. Nah, itu dia! Membantu orang lain. Mereka, para superhero mendapatkan kebahagiaan dengan cara membantu orang lain, dengan cara menyelamatkan dunia.

Jika begini, maka Superman adalah superhero yang paling bijak. Ia memilih hidup sederhana ditengah sawah, jauh dari kebisingan kota, bahagia bersama kekasihnya. Dan jika orang lain butuh bantuan, atau dunia sedang terancam, ia dengan senang hati datang membantu. Kemudian rasa bahagianya bertambah setelah menyelamatkan orang lain.

Begitulah kawan, membantu orang lain akan menambah rasa bahagia. Tidak, kita tidak perlu kekuatan super. Kita tidak perlu bisa terbang, berlari secepat kilat, mengeluarkan sihir, membaca pikiran orang lain, atau meledakkan sesuatu. Tidak. Itu semua idak perlu.
Yang kita butuhkan hanyalah keberanian untuk menolong orang lain, sederhana saja. Sesederhana kata ‘menolong’ itu sendiri. Meringankan beban mereka atau sekedar membuat mereka tersenyum. Sadarlah! Yang kita hadapi ini manusia, bukan bukan robot, monster, atau alien, atau bahkan pegiat genosida macam Thanos! Kita tidak perlu kekuatan super.

Dan ketahuilah, tidak selamanya kita akan selalu menolong orang lain. Adakalanya kitalah yang akan ditolong oleh orang lain. Maka, saling tolong-menolong adalah suatu siklus kebahagiaan yang begitu indah.

Dalam serial Star Wars, Ibu dari Anakin Skywalker, atau nenek dari Luke Skywalker dalam salah satu episode pernah berkata: “Masalah terbesar adalah ketika tak ada lagi yang saling tolong menolong”.
Indah sekali bukan main ucapannya itu.

Dunia ini, hei! Hanya sementara, maka kebahagiaan didalamnya juga bersifat sementara. Tapi bukankah disebut kebahagiaan karena ia bersifat sementara? Ini kebahagiaan di dunia, kalau kebahagiaan akhirat sih, sudah tentu selamanya.

Seperti kata Vision sebelum menembak mati Ultron dalam Avengers : Age of Ultron “Keindahan itu ada, karena tak bertahan lama”.
Ah, bahkan kita kalah bijak dengan Vision yang hanya sebuah mesin.

Memang para superhero itu tidak nyata, tapi mereka mengajariku untuk peduli, mereka mengajariku untuk mencintai, mereka mengajariku untuk bermimpi, mereka mengajariku untuk hidup bagi orang lain, mereka mengajariku untuk menemukan petualangan, mereka membantuku untuk melihat hidup dari perspektif yang berbeda, mereka membantuku untuk menemukan kawan sejati, dan mereka membantuku untuk menemukan kekuatanku sendiri. Maka dari itu, bagiku mereka adalah nyata.

Tinggalkan komentar