Tutorial Menjadi Spiderman #2

Spider-Man selalu terasa personal bagi saya.

Bagi saya Spider Man lebih dari sekadar tokoh fiksi, lebih dari sekadar komik. Seperti kebanyakan anak kecil, Spider-Man menjadi salah satu pahlawan di hidup saya. Spider-Man ada dalam daftar cita-cita saya ketika masih duduk di bangku sekolah. Ada masanya ketika seorang guru bertanya apa cita-cita saya, dengan malu-malu saya menjawab: pengen jadi superhero. Konyol, tapi memang demikian. Spider-Man sudah senyata itu di hidup saya.

Kedengarannya lebay, saya bisa si baper itu menyaksikan film-film superhero. Menonton film, terutama film superhero jadi salah satu cara saya internalisasi pengalaman hidup. Ketika kita berbincang dengan orang lain, ngobrolin banyak soal hidup, kemudian diam-diam kita melakukan introspeksi dalam diri. Itulah yang saya rasakan setiap kali menyaksikan film Spider-Man, merekam semua hal baik dari film tersebut, dan mengait-ngaitkannya dengan kehidupan nyata. Seperti ketika kalian membaca sebuah buku atau bacaan, kemudian menemukan kutipan-kutipan yang menyadarkan dan menggugah semangat, kalian pegang erat kutipan itu dan yakin bahwa besok-besok hidup kalian akan jauh lebih baik.

Tidak pernah sekali pun saya selesai menyaksikan film atau membaca komik Spider-Man tanpa merasa sangat bahagia. Dan menonton film Spider-Man: Now Way Home menjadi salah satu pengalaman terbaik di hidup saya.

Ingat-ingat lagi bagaimana seorang Stan Lee menciptakan karakter Spider-Man. Ketika ia melihat seekor lalat yang merayap di dinding, dan kepikiran: kayaknya superhero yang bisa merayap di dinding keren deh.

Oke, sekarang siapa namanya? Fly Man, Musquitomam, Spiderman? Spiderman kedengerannya dramatis.

Sekarang buat tambahan, Spiderman akan aku buat seorang remaja dengan masalah pribadi.

Dan tau apa kalimat pertama yang muncul dari penerbit? “Stan, that is the worst idea i have ever heard”.

Pertama, semua orang benci laba-laba. Kedua, anak remaja akan selalu jadi pemeran pembantu. Dan ketiga, tidak ada superhero yang punya masalah pribadi.

Stan lee kecewa tapi dia tidak bisa mengeluarka Spiderman dari kepalanya. Maka, ketika majalah yang sedang dikerjakannya mencapai edisi terakhir, Stan Lee memasukkan Spiderman di covernya. Majalah itu bukan majalah yang laris, Stan Lee hanya ingin mengeluarkan Spiderman dari kepalanya.

Kita semua tahu apa yang terjadi setelahnya. Spiderman menjadi superhero paling terkenal di seluruh dunia.

Kenapa bisa begitu? Mungkin benar semua orang benci laba-laba, semua orang juga meragukan sosok anak remaja, tapi yang kita lupa, Spiderman adalah sosok yang dekat dengan realitas kita, superhero paling relate dengan kehidupan nyata.

Semua orang selalu ingin dilihat lebih di mata orang lain, ingin bermakna bagi banyak orang. Spiderman juga demikian, ingin membuktikan kalau dia bisa membantu, percaya kalau dunia bisa jadi tempat yang lebih baik. Tapi perjalanan menemukan peran dalam hidup itu tidak mudah dan butuh waktu, kita sering dihadapkan dengan banyak masalah, kecewa, sadar kalau ternyata kita bukan orang yang hebat. Spiderman juga melalui semua fase itu. Peter Parker seorang manusia biasa, dia juga jatuh cinta seperti kita, kehilangan orang tua, ribut dengan orang-orang rumah, bertengkar dengan sahabat sendiri, tidak termasuk anak gaul di sekolah, galau ketika tidak diterima masuk perguruan tinggi, dan diragukan banyak orang.

Spiderman seolah-olah memang diciptakan untuk mengingatkan kita semua tentang siapa diri kita. Itulah kenapa tagline Spiderman dari dulu sampai sekarang tidak pernah berubah: Your Friendly Neighborhood. Jauh sebelum melawan Thanos, sebelum membuka portal antar dimensi, sebelum mengalahkan Venom, Sandman, Doctor Octopus, Green Goblin, dan semua musuh-musunhnya, jauh sebelum itu Spiderman kerjanya menangkap maling, membantu seorang nenek menyebrang jalan, menurunkan kucing dari atas pohon, dan membantu anak kecil yang dibully teman-temannya.

Spiderman bukan Iron Man, yang kaya raya dan punya 1001 solusi dari setiap permasalahan. Bukan Doctor Strange yang bisa menyelesaikan masalah dengan tangan terikat, bukan Captain America yang jadi contoh buat semua orang, bukan juga Superman atau Thor yang seorang dewa. Spiderman itu cuma seorang anak remaja, yang suka pelajaran IPA dan kebetulan digigit laba-laba ajaib. Peter Parker tidak sedang menyelamatkan dunia, dia cuma ingin membantu, dia merasa punya kelebihan dan ingin orang lain juga merasakan manfaat darinya. Setuju tidak setuju, Spiderman mirip dengan kita, seorang yang sedang berjuang menemukan tempat dan peran dalam hidup.

Hei, nggak cuma kamu yang mengalami krisis identitas, Spiderman juga pernah!

Lalu apa yang membedakan Spiderman dengan kita? What makes Spiderman ‘Spiderman’ ? Selain digigit laba-laba tentunya, adalah lakukan apa yang bisa kita lakukan. Jangan muluk-muluk dulu pengen menyelamatkan dunia, yang kecil-kecil aja dulu. Kita selalu punya pilihan untuk berbuat baik, lakukan apa yang menurut kita benar.

Kita bisa menawarkan bantuan, kita bisa berkarya, kita bisa menghibur orang lain, kita bisa membuat mereka nyaman dengan kehadiran kita, kita bisa jadi teman yang baik, jadi keluarga yang selalu ada, jadi tetangga yang menyenangkan, jadi friendly neighborhood.

Tidak akan mudah, kita akan gagal, memperburuk keadaan, diragukan dan meragukan diri sendiri.  Mau nggak mau itu satu-satunya cara menjadi Spiderman: bangkit setiap kali dipukul. Tidak ada jaminan kita bisa jadi sehebat Spiderman, tapi setidaknya layak dicoba.

Menemukan peran dalam hidup memang tidak mudah, tapi setidaknya kita punya superhero favorit.

Satu tanggapan untuk “Tutorial Menjadi Spiderman #2

Tinggalkan komentar