Karyawan Produsen Makna

Menjalani magang menjadikan saya merenungkan kembali beberapa hal, salah satunya terkait profesi.

Saya magang di salah satu kebun binatang, di bagian marketing. Kerjaan saya banyak berkutat di desain grafis; membuat konten media sosial, desain banner dan selebaran, saya juga ditugaskan menggambar denah kebun binatang yang baru. Yang mana pekerjaan-pekerjaan tadi termasuk hal-hal yang saya gemari.

Tapi yang namanya magang, saya harus bisa memisahkan mana yang hobi dan mana yang pekerjaan. Saya benar-benar merasakan bagaimana menjadi seorang karyawan; absen masuk dan keluar dan berkali-kali revisi dari atasan. Saya jadi sadar, ternyata bahkan menjalani apa yang kita cintai pun akan tetap ada nggak enaknya.

Tapi rasa-rasanya hidup seperti ini (menjadi karyawan) sepertinya tidak akan berjalan baik bagi saya. Hidup rasanya gitu-gitu doan (padahal saya belum ada satu bulan) Belum genap sepekan magang, saya sudah mantap satu hal: tidak ingin menua dan mati sebagai karyawan.

Saya tidak pernah punya keinginan menjadi karyawan, saya ingat dulu saya selalu kebingungan ketika ditanya apa profesi cita-cita saya. Pikiran-pikiran yang wajar bagi seorang mahasiswa yang mau masuk tahun terakhir.

Pernah ketika SMA, ketika ditanya ‘besok mau kerja apa?’ dengan bangganya saya menjawab, saya tidak ingin bekerja, saya maunya berkarya. Waktu itu saya masih anak SMA yang pikirannya sempit (sekarang masih), yang menganggap bekerja adalah mereka yang berseragam dan masuk kantor dan tidak ada keren-kerennya sama sekali.

Beberapa tahun belakangan, ada satu profesi yang sangat menarik bagi saya, yaitu seniman.Yang menarik bagi saya adalah, kenapa tidak semua seniman terlihat atau bisa mengatakan bahwa dirinya berprofesi sebagai seorang seniman? Profesi seniman ini unik dan luas, sejauh yang saya dapati tidak semua seniman mau dan dan dengan bangga disebut sebagai seorang seniman.

Seorang pilot ketika ditanya apa pekerjaannya bisa langsung menjawab bahwa ia mengemudikan pesawat terbang, bahkan dari pakaiannya saja kita bisa tahu. Seorang pedagang, wirausaha, polisi, dengan mudah bisa kita identifikasi. Tapi ketika seorang seniman ditanya apakah dia seorang seniman, jawabannya bisa bermacam-macam. Seorang penyanyi lebih memilih disebut sebagai ‘penyanyi’ atau ‘musisi’ daripada seorang seniman. Seorang pelukis, tidak sedikit yang lebih memilih disebut sebagai ‘tukang gambar’, seorang penulis bahkan lebih membingungkan, bisa disebut sebagai ‘seniman’, ‘sastrawan’, juga ‘penulis’ itu sendiri.

Sebesar itukah nama ‘seniman’ sampai-sampai tidak semua orang bisa dengan mudah menyebut diri mereka adalah salah satunya? 

Saya penasaran letak batas-batas seorang seniman, kapan seseorang bisa dikatakan seorang seniman? Apakah semua orang yang bekerja menghasilkan karya seni bisa disebut seniman? Kemudian apa saja yang termasuk karya seni?

Pernah menjumpai seorang tukang las plastik? Bagi saya profesi seorang tukang las plastik bisa digolongkan dalam kategori seniman. Karena bagi saya apa yang dilakukan seorang las plastik adalah kerja kesenian, belum tentu semua orang bisa melakukannya. Bahkan seorang tukang las plastik yang satu dengan yang lain hasil kerjanya akan berbeda. Seorang penjahit juga demikian. Profesi ahli kunci? Bagi saya juga termasuk seniman. Pertama, diperlukan keahlian khusus. Kedua, mereka menghasilkan karya seni, yang tidak hanya memiliki fungsi estetis tapi juga fungsi aplikatif. Seorang desainer grafis, disamping dia adalah seorang bawahan dan karyawan yang kerjanya menghasilkan solusi bagi kebutuhan desain perusahaan, juga merupakan seorang seniman karena menghasilkan karya seni rupa. Bahkan kata ‘karyawan’ ada kata karya didalamnya. Karya-wan: orang yang berkarya. 

Tapi kenapa tidak semua profesi yang menghasilkan ‘karya’ bisa disebut sebagai seniman? Dan kenapa tidak sedikit dari para seniman yang tidak ingin disebut sebagai seniman?

Saya belum lama tahu, para artis dan musisi mendapat predikat seniman di kolom pekerjaan mereka di KTP. Kenapa hal yang sama tidak berlaku bagi para ahli kunci, tukang las plastik, dan para pengrajin kayu dan mebel? Bukannya musik, lukisan, kriya, dan kerajinan tangan semuanya termasuk dalam karya seni?

Di awal pandemi, ketika webinar sedang hits-hitsnya, saya pernah mengikuti sebuah webinar yang membahas dunia profesi seorang seniman. Beberapa seniman muda menjadi pembicaranya. Ketika ditanya ‘kapan kita bisa menyebut diri kita sebagai seorang seniman?’ Jawaban dari para pembicara berbeda-beda. Ada yang mengatakan ketika karya kita bisa menghasilkan dan bisa menghidupi kita, maka kita adalah seorang seniman. Salah seorang seniman wanita muda,  yang maaf sekali saya lupa namanya menjawab dengan sangat menarik, katanya ketika kita berhenti berkarya dan ketika itu kita merasa ada yang tidak baik-baik saja dengan diri kita, bahkan merasakan sakit, di titik itulah kita layak menyandang predikat sebagai seorang seniman. Lebih luas lagi, saya pernah mendengar mereka yang mengerjakan pekerjaannya dengan sepenuh hati adalah para seniman.

Bagi saya sendiri, semua orang yang kerjanya menghasilkan karya dan memiliki arti layak menyebut diri mereka sebagai seorang seniman. Saya menyebut para seniman sebagai seorang produsen makna. Setiap hasil kerja para seniman selalu memiliki arti, maka dari itu sebuah karya melalui proses penciptaan yang panjang. Mereka memungut ide, merekam zaman, beberapa juga mengabadikan rasa agar sebuah karya seni mengandung makna. Karya-karya para seniman selalu membuka ruang-ruang diskusi; dari film, musik, karya seni rupa, patung, termasuk perabotan. Meja, kursi, dan kunci sekalipun memiliki gaya yang merepresentasikan suatu zaman bukan? 

Terakhir, hal lain yang membuat profesi seniman menarik bagi saya adalah tugas seorang seniman. Jobdesc seorang seniman sama seperti jobdesc seorang ilmuwan: sama-sama menjelaskan fenomena. Bedanya, ilmuwan diwajibkan menjelaskan fenomena secara ilmiah dan masuk akal, sedangkan para seniman tidak memiliki beban ilmiah dan tidak harus masuk akal, tapi masuk rasa.

Contoh, ketika matahari terbit dan terbenam, kenapa langit berwarna merah kekuningan? Seorang ilmuwan akan menjawab fenomena itu terjadi karena adanya pancaran cahaya campuran warna merah, kuning, dan jingga oleh partikel di atmosfer. Ketiga warna tadi memiliki frekuensi yang rendah sehingga tetap bergerak lurus di atmosfer, fenomena ini disebut dengan istilah Sandikala.

Sedangkan seorang seniman yang ditanya penyebab fenomena yang sama akan menjawab, Itu adalah bentuk dukungan langit pada manusia, ketika itu langit sedang tersenyum, disebabkan karena saya sedang jatuh cinta. Wkwkwk…

Tinggalkan komentar