Takut Perubahan

Belakangan, obrolan saya dengan teman-teman, (baik teman kuliah maupun teman SMP dan SMA) berputar di beberapa topik tertentu; tahun terakhir kuliah, progres skripsi, dan apa rencana selanjutnya setelah lulus dari universitas.

Mendengarkan cerita selalu menyenangkan bagi saya. apalagi jika itu datang dari teman-teman yang sudah jarang bertemu, teman-teman dulu ketika mondok di pesantren, termasuk teman-teman kuliah. Kesibukan masing-masing menjadi penghambat saya bertemu dan bertukar cerita dengan teman-teman, ditambah lagi belakangan saya disibukkan dengan urusan rumah dan keluarga. Sebulan terakhir saya merasa kurang terkoneksi dengan teman-teman saya.

Mendengar proses mereka, terutama rencana selesai kuliah menjadi satu hal baru yang saya tunggu-tunggu. Jujur saya bangga dengan teman-teman saya. Mendengar rencana mereka, melihat bagaimana mereka berproses, menemukan tujuan dan dunia mereka masing-masing.

Tapi, di samping rasa bangga, setiap kali mendengar cerita-cerita demikian selalu ada penyesalan dan rasa takut yang hinggap dalam diri saya.

Semakin tua kami akan menjalani kehidupan kami masing-masing, aka jarang bertemu dan bermain, sibuk dengan urusan pribadi, dan mungkin saja terpisahkan oleh jarak dan waktu.

Kenyataan bahwa kebersamaan kami tidak lagi bisa se intens sekarang (dan dulu) menciptakan rasa takut bagi saya. Saya takut kedepannya hubungan kami menjadi renggang. Saya juga menyesal, sebabnya saya merasa sejauh ini saya belum bisa memberi banyak hal kepada mereka, sementara kesempatan saya semakin hari makin menipis.

Seumur hidup saya sudah mengalami pindah rumah sebanyak lima kali. Jaraknya cukup jauh. Memang jauh. Lintas pulau. Pengalaman pindah rumah memberikan kesadaran lebih awal kepada saya terkait “people come and go”. Pindah rumah menyebabkan saya meninggalkan dan ditinggalkan banyak orang. Saya meninggalkan teman bermain, tetangga yang menyenangkan, dan orang-orang yang saya sayang. Pindah rumah berkali-kali menyadarkan saya bahwa cepat atau lambat manusia akan berpisah.

Kelak, hal ini sangat membantu saya melewati setiap episode perpisahan dalam hidup. Dari kelulusan sekolah, adaptasi lingkungan baru, sampai kematian. Pindah rumah membuat saya terbiasa dengan “people come and go”.

Disisi lain, pindah rumah berkali-kali membuat saya ingin mempertahankan hubungan dengan semua orang yang sayang di sekitar saya. Semampu saya.

***

Saya cukup muak dengan perkataan, “kita tidak mungkin menyenangkan semua orang”, karena perkataan ini sering dijadikan alasan. Dibanding perkataan tadi, saya lebih memilih “Apa salahnya menyenangkan sebanyak orang yang mampu kit jangkau?”. Memang tidak mungkin menyenangkan semua orang, tapi bukan berarti kita harus membatasi usaha menyenangkan orang lain.

Banyak juga yang bilang, “Tidak mungkin mengisi gelas orang lain sementara gelas kita masih kosong”, yang maksudnya sebelum menyenangkan orang lain terlebih dulu kita perlu menyenangkan diri sendiri. Saya juga kurang setuju dengan yang satu ini. Bagi saya salah satu cara mengisi gelas kita sendiri adalah dengan mengisi gelas milik orang lain. Memberi untuk orang lain dan menyenangkan mereka selalu berbuah kepuasan batin, iya kan?

Cepat atau lambat waktu akan mengubah semuanya. Teman-teman, keluarga, kerabat, mengubah saya, kalian, mereka, semuanya. Barangkali kita akan dipisahkan oleh jarak, barangkali kita akan berubah; kesibukan, prioritas, referensi, dan pilihan hidup pada akhirnya akan menciptakan jarak diantara kita. Tentunya, ini bisa jadi penghambat bagi usaha untuk menyenangkan satu sama lain tadi.

Kenyataan bahwa tidak selamanya saya bisa menggenggam orang-orang yang sayang , teman-teman dan keluarga, itu yang menakutkan bagi saya. Tidak lagi bisa memberi dan bermakna bagi orang lain menjadi salah satu ketakutan terbesar saya dalam hidup.

Membuat orang lain ‘merasa’ adalah hal yang paling saya senangi dalam hidup. Jika teman-teman merasa senang, merasa bahagia, terinspirasi, merasa beruntung, merasakan hangat, dan perasaan itu datangnya dari saya, maka saya akan sangat merasa penuh.

Perubahan selalu menjadi tantangan bagi saya, apakah setelah perubahan itu saya masih bisa memberi? Apakah saya masih bisa bermakna untuk orang lain?

Saya kira ini bagian tersulit dari menjadi dewasa; menerima bahwa selain kematian, yang pasti di dunia ini adalah perubahan.

Akan selalu ada alasan di balik kehadiran dan kepergian seseorang, selalu ada pelajaran yang bisa diambil. Persetan. Saya hanya ingin selalu ada untuk orang-orang yang saya sayang.

Ngomong-ngomong soal coming of age, ada satu lagu dari band favorit saya dengan tema terkait. Lagu ini berjudul D’Yer Wanna Be A Spaceman. Bukan lagu yang populer, bahkan ‘cuma’ termasuk dalam track Side-B di album Definitely Maybe. Meski begitu lagu ini menjadi salah satu lagu favorit saya dari Oasis.

It’s funny how your dreams change as you’re growing old

You don’t want to be no spaceman

You just want gold

All the dream stealers

Are lying in wait

But if you want to be a spaceman

It’s still not too late

Well it’s alright

It’s alright

Who are you and me to say

What’s wrong and what’s right

Do you still feel like me

We sit down here

And we shall see

We can talk

And find common ground

And we can just forget

About feeling down

We can just forget

About life in this town.

Tinggalkan komentar