Ten Hag dan Kepercayaan Dirinya yang Menular

Takluk 1-2 oleh Brighton & Hove Albion di laga debutnya bersama Setan Merah dan dipermalukan oleh Brentford 4 gol tanpa balas bahkan sebelum peluit Panjang babak pertama dibunyikan. Erik Ten Hag mengawali debutnya di Premiere League dengan cemberut. Sang Manajer mencatat namanya dalam sejarah sebagai Manajer Manchester United pertama yang kalah di dua pertandingan pertamanya dalam kurun waktu 100 tahun terakhir. Kita para fans pun dibuat ragu. Inikah pria yang kemarin mengatakan akan menghentikan era Guardiola dan Juergen Klopp?

Erik Ten Hag membaca reaksi para fans dan ia lekas menjawab. Manajer yang satu ini berbeda, ia bukan Jose Mourinho yang akan langsung mengambil mic dan menyatakan berbagai alasan atas kekalahan timnya. Ia juga bukan Solskjaer yang akan menanggapi laga dengan jawaban aman. Ten Hag adalah dirinya sendiri, ia berdiri dan mengambil tanggung jawab atas kekalahan tim yang memalukan.

“Manajer juga bertanggung jawab. Dia memiliki tanggung jawab utama dan saya akan mengerjakannya” Ujarnya selepas United dibantai 4-0 oleh Brentford.

Erik Ten Hag paham sebesar apa klub yang dilatihnya sekarang; sejarah, budaya, harga diri, serta ekpektasi penggemar yang tersebar di seluruh penujuru dunia, ia juga sadar sebesar itu pula tantangan dan tanggung jawab yang ia pikul.

Banyak orang yang meragukannya, salah seorang legenda United, Roy Keane mengatakan Ten Hag tidak lebih baik dari Graham Potter (manajer Chelsea yang kini terseok-seok di papan tengah). Ten Hag dikatakan tidak cukup besar bagi Manchester United, hanya seorang murid Pep Guardiola. Moncer menukangi Ajax Amsterdam tak membawanya dilihat publik sebagai pelatih top Eropa -belum, terlebih lagi ini Manchester United. Pelatih hebat datang dan pergi mencoba peruntungan membawa klub ini kembali ke masa jayanya.

Semua orang berprasangka apapun soal dirinya, dan Ten Hag memilih untuk tidak mendengarkan semua prasangka itu. Ia hanya percaya dengan dirinya, dengan orang-orang yang menaruh percaya pada dirinya, dan yang percaya pada proses.

Pria yang lahir pada 2 Februari 1970 di Haaksbergen ini dibesarkan di Oldenzaal, sebuah kota yang terletak di perbatasan Jerman dan Belanda. Darah dingin Jerman dan Sepakbola menyerang Belanda mengalir dalam dirinya. Ten Hag tak melibatkan keragu-raguan dalam setiap keputusan yang diambilnya. Megabintang sebesar Cristiano Ronaldo pun ia depak. Harry Maguire, sang kapten ia cadangkan. Fred yang duragukan banyak fans, justru mendapat kepercayaannya dan sering turun sebagai starter. Ia tidak ragu menghukum pemain nirdisiplin, tapi ia juga tidak takut menaruh kepercayaan pada anak asuhnya.

Keyakinan dan -sudah tentu- kejeniusannya membawa Setan Merah melesat naik ke peringkat ke-3. Tim yang dipermalukan 4-0 oleh Brentford di awal musim iti, kini ikut dalam perburuan gelar liga. Erik Ten Hag melakukan kerjanya. Dan yang paling membahagiakan, ia membawa kehangatan dalam ruang ganti. Ia membuat United bermain sebagaimana mestinya, sebagai sebuah tim.

Kami terlihat sebagai sebuah tim sekarang”, ujar Bruno Fernandes setelah United mengalahkan City dalam Derby Manchester. “Beberapa waktu belakangan, terkadang kami terlihat sebagai sebuah tim, namun terkadang masing-masing dari kami bermain untuk diri sendiri. Sekarang anda melihat tim yang tepat, yang bekerja keras untuk satu sama lain, dan anda melihat (kerja keras) itu terbayar”.

Kepercayaan diri sang Manajer menular ke seluruh elemen klub. Kepercayaan dirinya membawa Lisandro Martinez, bek yang dicap tidak cukup tinggi untuk ukuran Liga Inggris, mencetak gol pertamanya melalui sundulan. Dibawah bimbingannya, Jadon Sancho kembali tersenyum. Erik Ten Hag menemukan jiwa kepemimpinan Bruno Fernandes, membantu Alejandro Garnacho mewujudkan mimpinya, dan membangunkan sosok monster yang tertidur dalam diri seorang Marcus Rashford.

Kini, klub asal kota Manchester, Inggris ini menjadi klub di 5 liga top Eropa dengan kemenangan terbanyak musim ini. Lebih spesial lagi, tim ini tidak terkalahkan dalam 18 laga kandang. Kepercayaan diri yang dibawanya menjelma mental juara dan menebar teror bagi klub lawan: Stadion Old Trafford kembali angker.

Masih terlalu dini menyebut Erik Ten Hag sukses, satu musim pun belum selesai ia lalui bersama Setan Merah. Namun kehadirannya kembali membawa harapan, semua orang kembali menggantungkan mimpinya di langit-langit Theatre of Dreams. Sekarang para fans berdiri di belakangnya. Di balik pria berkepala plontos yang kembali meyakinkan kami para fans bahwa mendukung tim ini adalah sebuah keberuntungan. Kami tidak lagi takut bermimpi, tidak lagi khawatir patah hati, lebih tepatnya kami belajar agar lebih menghargai proses dan bersabar menjalaninya.

Come Thursday! It’s a big game. Make sure you are there and we beat Barcelona together”. Ucapan itu keluar dari mulut yang sama, yang mengatakan “Eras come to an end” pada dominasi Pep Guardiola dan Juergen Klopp. Mulai terlihat beberapa fans Liverpool yang mengungkit-ungkit kemenangan mereka atas United di musim-musim lalu. Sebagaimana yang ia katakan, ia bukan seorang pesulap. Ten Hag hanya berusaha mewujudkan perkatannya -dan ia berhasil-. Bersama Erik Ten Hag, Manchester United mengalahkan raksasa Spanyol, Barcelona. Terakhir kali tim ini melakukannya di tahun 2008.

Robin van Persie, mantan pemain yang lama bermain untuk Arsenal namun lebih dicintai di Manchester United melakukan sesi wawancara bersama Ten Hag, “You’re doing a great job, it’s really good to see and I’m really happy that Manchester United is back where it belongs”.


Robin, enough compliments… From compliments you don’t collect trophies”.
Lihat bagaimana beruntungnya kita memilikinya!


Erik Ten Hag hanya seorang manajer Sepak bola, tapi ia berhasil mengubah hidup banyak orang.

Danke, Boss!

Tinggalkan komentar