Pulang Kepada Menulis

dok. Unsplash

Sejak menerbitkan buku pertama pada Oktober 2023, beberapa orang bertanya, apakah saya akan serius menjalani bidang ini (kepenulisan dan penerbitan buku) ? Maksudnya, apakah saya akan menjadikan penulis sebagai profesi saya?

Seingat saya, jawaban saya selalu berbeda-beda. Ketika pertanyaan tadi ditanyakan kepada saya, jujur saja saya masih belum kepikiran apapun. Menerbitkan buku secara indie, yang tahun lalu saya lakukan, benar-benar saya lakukan karena iseng. Jangankan berharap untung, ketika muncul keinginan untuk menulis buku, tidak ada niat apapun yang muncul selain penasaran “Bisa nggak ya saya nerbitin buku?”. 

Saya rasa, memikirkan apakah bidang kepenulisan -terutama menulis buku- akan saya seriusi dan menjadi profesi saya atau tidak, masih terlalu dini. Saya menerbitkan buku karena saya punya naskahnya, bukan karena saya ingin menjadi seorang penulis. Tapi disisi lain, saya tidak bisa mengatakan tidak. Tentu, dalam diri saya ada keinginan yang mengatakan, alangkah menyenangkannya jika saya bisa hidup dari mengerjakan apa yang saya sukai, tapi lagi-lagi saya belum benar-benar menyusun rencana apa yang akan saya lakukan (untuk bisa hidup dari menulis).

Pada akhirnya saya akan mengatakan, “Saya masih akan terus menulis, mungkin akan mencoba menyusun dan menerbitkan buku-buku lagi, tapi apakah menulis akan jadi profesi utama saya, saya belum tahu”. Dan belakangan, saya mendapat pandangan baru.

Sambil menyelesaikan kuliah saya yang tidak selesai-selesai ini, selain menjadi sopir antar jemput sekolah adik, saya juga mengerjakan beberapa hal (baca: kerja serabutan). Ya mengisi waktu luang, ya mencari uang jajan tambahan, ya mulai mencari tahu kira-kira pekerjaan apa yang kelak akan saya pilih. Sampai saat ini saya masih bersikeras ingin bekerja dan dibayar melakukan hal yang saya suka. Saya merasa beruntung karena memiliki beberapa hal kesukaan. Sebatas suka dan ingin bisa, belum mahir.

Pilihan saya mengerucut menjadi tiga. Menulis, menggambar, dan memotret. Jika teman-teman lihat, belakangan akun instagram saya sedang aktif-aktifnya mengunggah hasil jepretan-jepretan saya, beberapa hasil kerja berbayar, kebanyakan foto-foto iseng ketika jalan-jalan. Sebelum menawarkan jasa foto, saya terlebih dulu menerima pesanan gambar, juga desain. Belum banyak yang saya kerjakan, itu pun kebanyakan dari kawan-kawan sendiri. Saya sadar diri, kemampuan menggambar saya masih segitu doang juga sense of design saya yang cetek. Sedangkan menulis, seingat saya terakhir kali saya menulis dan ‘menghasilkan’, ya ketika menerbitkan buku itu. 

Diantara ketiganya, menulis untuk pekerjaan jadi yang paling sedikit saya lakukan. Padahal, jika saya boleh mengurutkan, menulis menjadi bidang yang saya paling percaya diri mengerjakannya (walaupun juga belum baik), selanjutnya motret, baru menggambar. Intinya, saya lebih pede jika diminta menulis, dibandingkan memotret atau menggambar.

Tapi kenapa saya tidak mengambil pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan kemampuan menulis? Jawabannya adalah karena saya merasa sangat nyaman menulis untuk diri sendiri. Jika bekerja untuk orang lain, apapun keahliannya, kita perlu menyesuaikan kebutuhan mereka, karena kita dibayar untuk menyediakan solusi bagi mereka. Dalam menggambar dan mendesain, saya menghadapi revisi. Pun ketika memotret, saya mendapat briefing dan dikenakan tenggat waktu.

Saya tidak ingin hal yang sama terjadi ketika saya menulis. Saya takut kebahagiaan yang saya dapat dari menulis, akan hilang ketika menulis sudah menjadi pekerjaan dan tidak lagi menjadi ruang bebas bagi saya untuk berekspresi. Begitu pun jika dibebaskan menulis apa yang saya mau, saya takut kesenangan karena berhasil menyelesaikan tulisan, akan terganti dengan kesenangan karena mendapat bayaran dari menulis.

Saya masih sangat sayang dengan menulis, dengan kemampuan menulis saya yang tidak seberapa ini, dengan blog ini. Tiap kali saya lelah menggambar dan jenuh memotret, menulis selalu jadi tempat pulang saya. Dimana saya bisa bebas menjadi diri saya sendiri. Mendahulukan kepentingan, ekspresi, serta keresahan saya diatas kepentingan-kepentingan yang lain. 

Bukan berarti saya tidak mencintai foto dan menggambar. Saya menikmati keduanya. Bahkan sebagai sarana mencari cuan. Saya hanya tidak ingin, kemewahan saya dalam hal menulis, akan terenggut jika saya mencari uang darinya. 

Soal menerbitkan buku? Dari awal yang saya cari adalah kepuasan menyelesaikan naskah, bukan berapa keuntungan dari penjualannya. Kebahagiaan terbesar saya dalam menulis (untuk saat ini) adalah jika apa yang saya pikirkan berhasil tertuang menjadi sebuah tulisan atau buku, itu saja sudah cukup. Setelahnya mau ada yang membaca atau tidak, mau ada yang suka atau tidak, ada yang membeli atau tidak, itu perkara lain.

Saya bisa saja berubah kapan saja, bahkan mungkin besok sore. Di usia saya sekarang, bohong kalau saya tidak memikirkan profit. Bisa jadi saya butuh uang, atau tergiur dengan suatu penawaran yang memerlukan kemampuan menulis untuk menebusnya. Bagi saya itu tidak masalah. Yang jadi pikiran saya sekarang justru bagaimana, saya bisa memaksimalkan kebisaan-kebisaan saya yang lain untuk menghasilkan, sehingga saya tidak perlu mencari peluang tambahan dari menulis, atau syukur-syukur, kelak pekerjaan saya yang lain bisa membiayai hobi saya menulis.

Atau, rencana paling saya idam-idamkan, kemampuan saya menulis meningkat, karya yang saya hasilkan banyak diminati orang, dan uang akan datang dengan sendirinya. Tapi untuk saat ini, saya masih ingin -dan butuh- menulis untuk melepaskan stres, bukan untuk memicu stres yang lain. Wkwkwk…

Tinggalkan komentar