Wajah Masa Depan

Gara-gara pamdemi, nonton film pasti makin sering. Pernah dong, lihat film dengan setting masa depan? Teknologi makin maju, kendaraan di jalan nggak lagi nempel tanah, nggak perlu lagi pakai roda, apa-apa udah serba digital, pekerjaan manusia diganti sama robot, baju yang dipake manusia mirip sama kostum astronot. wkwkwkw…

Berhubung banyak film yang ‘nggak sengaja’ bisa meramal masa depan, kayak film-film soal virus yang heboh lagi awal-awal pandemi kemarin, mungkin ngga ya masa depan dunia besok mirip sama masa depan yang ada di film?

Apakah besok tahun 2050 populasi robot bakal meningkat? Apa kendaraan-kendaraan nggak perlu lagi pake roda, nggak butuh bensin lagi? Apa jangan-jangan di masa depan besok Astro Boy benar-benar ada?

Kurang lebih setengah tahun pandemi benar-benar merubah kebiasaan seluruh dunia. Semuanya serba digital, serba online, serba jarak jauh. Social distancing. Banyak kegiatan juga terpaksa berhent, dari main basket, kajian ahad pagi, konser musik, sampe ekonomi negara aja berhenti.

Masalahnya, tanda-tanda pandemi mau selesai belum kelihatan. Di Indonesia setidaknya. Vaksin?  baru sampe uji klinis tahap 3. Mau nggak mau ya adaptasi. New Normal. Sampai kapan? Sampai kapan mau lewat zoom, googlemeet terus? Belum tahu.

Misale, misale lo ya. Semoga enggak. Misal pandemi nggak bisa benar-benar hilang, dan aktivitas kita masih harus serba dari rumah, masih yakin masa depan besok bakal kayak di film-film? Teknologi serba canggih, layar-layar digital dimana-mana, masih yakin? Ya siapa tahu, nggak ada salahnya juga kan.

Ooo.. Apa jangan-jangan ‘prediksi’ film kali ini salah?  Apa mungkin masa depan dunia bukan masa depan dengan teknologi serba canggih dan mobil tanpa roda ?

Atau mungkin begini. Di masa depan bukan dunia yang ditempati manusia yang semakin maju, tapi manusia tinggal di dunia yang lain

Dimana? Dunia maya. Media sosial.

Gara-gara pandemi, lalu lintas di dunia nyata jadi sepi, 3 bulan lalu setidaknya, tapi lalu lintas di dunia maya jadi ramai. Makin ramai.

Sekolah onlen, kuliah online, nongkrong online, konser musik online, ceramah online, cari uang online, belanja online, apa aja online.

Ternyata ada filmnya juga! Wall-E. Dimana orang-orang meninggalkan Bumi, tinggal di kapal luar angkasa raksasa, masing-masing duduk di kursi canggih, di depannya ada layar, laper tinggal klik layar, haus tinggal klik layar, ganti baju klik layar, pengen ke pantai, ada pantai digital, apa-apa serba digital. Sampe-sampe pada lupa kalau ternyata manusia bisa berdiri dan bisa berjabat tangan sama yang lain. Atau dunia virtual yang dikemas dengan cara beda, kayak game misalnya. Mirip di film Ready Player One.

Media sosial udah merubah banyak kepribadian manusia. Susah rasanya hidup tanpa WhatsApp. Sekarang nggak bisa kita bilang media sosial cuma buat pamer. Nggak bisa. Cari uang iya. Cari temen iya, ngobrol hal-hal sepele sampe meeting penting juga lewat media sosial. Lha. sekarang main game aja jadi olahraga. E-Sport. Ada perlombaan profesionalnya lagi! Lagi bahagia, ngetweet. Lagi sedih, bikin story. Sukses, sebar di grup WhatsApp. Ada yang meninggal, posting disana-sini. Salah? Tidak dong. Bersosial media sekarang udah jadi kebutuhan. Kebutuhan berekspresi.

Yang bener itu sosial media apa media sosial?

Memangnya masa depan kapan? Masih lama?  Apa sebentar lagi? Apa mungkin besok? Lusa?

Siapa tahu masih lama. Siapa tahu kemajuan teknologi nggak secepat itu. Akhir-akhir ini di Amerika, banyak perusahaan besar yang memboikot Facebook, katanya Facebook nggak mau mengatasi ujaran kebencian. Kalau dibiarin lama-lama, Facebook bisa mati. Sebagian besar pendapatan Facebook berasal dari iklan. Apakah media sosial lain bisa kena juga? Bisa aja. Kan ujaran kebencian nggak cuma ada di Facebook. Terus, gimana wacana kita tadi soal kehidupan manusia pindah ke dunia maya? Masih mungkin nggak ya? Kalau nggak ke dunia maya, mau pindah kemana lagi? Dunia manji? hshshshshshshs…..

Mungkin di masa depan ruangan nggak diperlukan lagi, semua hal muat di dunia maya. Orang-orang nggak perlu keluar rumah, nggak perlu ketemu secara fisik, cukup lewat layar. Ketemu ga perlu keluar rumah, belanja, dengerin ceramah, nge gigs di konser musik ga perlu keluar rumah. Kehidupan pindah ke dunia maya.

Mungkin juga di masa depan kita masih butuh ruangan. Semua memang serba digital, tapi mungkin beberapa hal akan tetap dibiarkan secara fisik. Akan ada mobil tanpa roda, mobil listrik sekarang aja udah banyak. Populasi robot meningkat, robot Gundam ukuran aslinya sekarang lagi dibuat di Jepang. Sistem keamanan akan meningkat. Iya, kan? Sekarang aja mau masuk ke tempat manapun harus cek suhu dulu. Siapa tahu di masa depan prosedur masuk ke mall makin diperketat.

Masih terlalu dini buat menyimpulkan bakal gimana wajah masa depan dunia besok. Siapa tahu tren ‘serba-online’ ini cuma ada ketika pandemi. Siapa juga yang bisa menjamin mobil di masa depan nggak pake roda? Jadi, pandemi ini bukan cuma ‘seleksi alam’, tapi juga keadaan yang memaksa manusia buat beradaptasi dan mikir lebih keras lagi.

Yang kita tahu, mau gimanapun masa depan besok, semaju apapun teknologi dan ilmu pengetahuan (sampai sekarang setidaknya) belum bisa banyak mengurangi dengki dan saling benci diantara kita.

Tinggalkan komentar