Merokok itu Keren, dan Maskulinitas ala Peaky Blinders

Peaky Blinders adalah serial Netflix yang sempat viral menjelang final Euro 2020 antara Inggris dan Italia, viral karena ada salah satu adegan di serial ini yang menceritakan perang antara gangster Peaky Blinders  yang asal Inggris dengan gangster asal Italia yang dipimpin oleh seorang Bernama Luca Changretta. Kebetulan juga waktu itu aku lagi dalam proses menamatkan serial ini.

Peaky Bliders adalah sebuah gangster jalanan asal Brimingham, Inggris di 1920-an, komplotan ini dikepalai oleh Thomas Shelby yang diperankan oleh Cillian Murphy. Serial karya Stephen Knight ini sudah berjalan 5 musim, musim keenam atau terakhirnya sudah selesai syuting di bulan Juli kemarin, tapi belum ada kabar pasti kapan musim terakhir serial ini akan tayang.

Katanya gangster Peaky Blinders ini terisnpirasi dari kisah nyata, memang ada sebuah geng bernama Peaky Blinders di Inggris tapi tahun eksis gangster ini yang berbeda. Sampai sekarang saya belum menemukan asal usul nama ‘Peaky Blinders’ itu sendiri, sampai di season ke-4 aku menyimpulkan sendiri darimana asal nama Peaky Blinders? Jadi anggota komplotan ini punya ciri khas, mereka menyimpan silet dibalik topi mereka yang berfungsi sebagai senjata. Silet dibalik topi tadi diarahkan ke wajah musuh-musuh mereka, khususnya bagian mata. Kata ‘Peaky’ bermakna pucat bisa juga bermakna berpuncak runcing, sedangkan ‘Blinders’ artinya penutup mata, penyebab Blind (Buta). Jadi kata Peaky Blinders mengacu pada senjata mereka berupa silet yang digunakan untuk mengoyak wajah dan membutakan mata musuh-musuhnya. Mungkin? Walaupun katanya gangster Peaky Blinders yang asli tidak menggunakan silet sebagai senjata mereka.

Selain adegan kekerasan and perang antar geng, serial ini juga banyak menceritakan drama intrik politik. Inggris sebagai salah satu pusat peradaban di waktu itu menjadi tempat berkumpulnya berbagai ideologi dari berbagai dunia, dari komunisme sampai fasisme. Selain bisnis, politik inilah yang dijadikan kendaraan oleh Thomas Shelby untuk melebarkan kekuasaan Peaky Blinders. Melalui adegan kekerasan, perang antar geng dan intrik politik itulah serial drama kriminal ini membangun citra seorang laki-laki di era tersebut.

Lain Yakuza di Jepang yang sangar dengan badan penuh tattoo-nya, apalagi Klitih Jogja yang berpenampilan Jamet, Peaky Blinders di serial ini digambarkan berpenampilan parlente, dengan  setelan jas dan kemeja rapi serta topi flat cap ciri khas komplotan mereka.

Inggris sebagai kota industrI tergambar jelas di serial ini, secara waktu, tempat, dan suasana mungkin yang ditampilkan dalam serial ini benar seperti kenyatannya, namun secara budaya ada sedikit perbedaan antara kenyataan dengan apa yang ditampilkan dalam serial ini, yaitu konsep maskulinitas. Sosok laki-laki sebelum tahun 1980an dicitrakan erat kaitannya dengan industri, laki-laki yang bekerja di pabrik dengan perawakan gagah, laki-laki sebagai tulang punggung dan kepala keluarga, seroang bapak sebagai sosok penguasa keluarga. Konsep maskulinitas ini yang yang dijadikan standar laki-laki yang ‘cowo banget’ pada masa itu.

Citra maskulin atau ‘cowo banget’ yang digambarkan Peaky Blinders  sedikit bebeda. Tetap dengan badan gagah walaupun nggak kekar-kekar amat layaknya pekerja kasar, jangan salah orang-orang yang tergabung dalam paguyuban Peaky Blinders ini adalah para veteran perang semasa perang dunia ke-1, yang membedakan adalah mereka berpenampilan rapi dan sopan. Menariknya lagi, meskipun disegani oleh penduduk kota Brimingham, keluarga Shelby ini bukanah keturunan konglomerat kaya melainkan berasal dari keluarga gipsi, tapi kemudian mereka melakukan bisnis dan dikenal sebagai salah satu gangster paling ditakuti di Inggris.

Perawakan gagah, penampilan rapi, harta melimpah, disegani, serta ‘jagoan’, sudah pasti para punggawa Peaky Blinders adalah idaman para wanita pada masanya. Ditambah lagi kebiasaan mereka nongkrong di bar, merokok, dan ndem-ndeman menambah kesan maskulin mereka yang macho. Tahun segitu belum ada intrnet apalagi sosial media, belum ada perdebatan diantara kaum hawa di twitter mengenai mana yang lebih besar “damage” nya antara cowo yang merokok atau cowo yang anteng meneng soleh dan taat menjalankan perintah agama.

Standar maskulinitas atau ‘cowo banget’ yang ditampilkan oleh serial Peaky Blinders adalah kombinasi citra laki-laki di era sebelum 1980-an yang dekat dengan industri yaitu, perawakan yang gagah dan sosok pemimpin keluarga, dengan citra laki-laki tahun 1980-an yaitu new man as narcissist, laki-laki dengan gaya hidup atau gaya berpakaian flamboyan dan parlente, serta citra laki-laki di era 1990-an yang sudah mengenal budaya pop, sosok cowo banget adalah laki-laki yang macho, dekat dengan kekerasan, serta hidup bebas tanpa aturan.

Terlebih lagi bagi Thomas Shelby, pemimpin gerombolan Peaky Blinders, jabatannya sebagai pemimpin gangster paling ditakuti di kota Brimingham ini memberinya nilai lebih di banding anggota Peaky Blinders yang lain, selain itu wajahnya yang diatas rata-rata alias good looking mengukuhkan predikatnya sebagai pria idaman para wanita.

Dalam perkembangannya beberapa faktor yang menyebabkan para anggota Peaky Blinders mendapat predikat ‘cowo banget’ tadi menuai pro dan kontra. Perilaku mereka yang erat dengan kekerasan dan hidup bebas tanpa aturan menjadi bumerang dan berbalik menjatuhkan citra mereka karena meresahkan warga, hobi minum-minum, merokok, dan ringan tangan ketika membunuh orang menjadi penanda bahwa mereka bukan orang baik-baik dan bertentangan dengan nilai dan norma sosial. Tapi, se-meresahkan apapun perilaku para Peaky Blinders yang ditunjukkan dalam film kita tidak bisa membenci mereka, terutama Thomas Shelby, selain karena ia tokoh utama dan berperan sebagai protagonis, mungkin ada beberapa alasan lain bagi tiap penggemar serial ini untuk tidak membenci Tommy (panggilan akrab Thomas), kecerdasan dan keteguhan hatinya misal.

Resiko hidup di masyarakat, pro dan kontra itu akan selalu ada. Bahkan sampai sekarang, banyak orang berdebat perihal gender dan peran sosial. Jika dulu berbadan gagah dan kekar menjadi tolak ukur seberapa jantan seorang laki-laki, kini muncul istilah toxic masculinity. Gaya berpakaian parlente yang menunjukkan kelas sosial atas kini bisa konotasinya bisa negatif dengan sebutan fakboi. Merokok cermin dari gaya hidup bebas yang dielu-elukan banyak orang, dipandang kriminal bagi sebagian yang lain. Tapi dibalik semua pertentangan tadi ada satu pengecualian, yang nggak cuma ditampilkan dalam serial Peaky Blinders ini tapi juga relevan sampai sekarang, apalagi kalau bukan privilege berupa kekayaan dan wajah yang rupawan.

Citra seorang laki-laki di serial Peaky Blinders adalah cerminan bagaimana kita memandang gender dan peran sosial di era sekarang. Lagi-lagi hal ini tidak bisa dipukul rata bagi semua orang. Tapi memang nyata adanya kan? Bahkan banyak kita jumpai di kehidupan sehari-hari. Perilaku dan sikap yang menimbulkan kontra akan termaafkan jika kamu punya privilege yang sama dengan Thomas Shelby. Perilaku hidup bebas seperti nongkrong, minum, dan merokok oleh beberapa orang dipandang sebagai perilaku yang buruk dan nggak ada keren-kerennya sama sekali, tapi kalau kamu good looking seengaknya hal itu bisa dipertimbangkan.

Wkwkwk…

Tinggalkan komentar