Mama: Madrasah Tanpa Libur

Salah satu penyesalan saya selama memiliki hobi menulis adalah saya belum pernah menulis tentang Ibu saya, seorang paling berjasa dalam hidup saya. Mungkin pernah beberapa kali tapi saya belum benar-benar menemukan kepuasan dari hasil tulisan saya, merasa selalu ada yang kurang, atau mungkin karena kasih sayang seorang Ibu yang tidak bisa dituliskan dengan kata-kata?

Manusia hebat itu saya panggil Mama, yang melahirkan saya dan memberi uang jajan saya sampai sekarang. Selayaknya seorang Ibu, selain menjadi Ibu rumah tangga Mama menjelma menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya. Madrasah Mama adalah sekolah unggulan, terakreditasi A. Di Madrasah Mama saya mengenal dan mempelajari banyak hal. Dari belajar membedakan mana hal yang bisa dimakan dan mana yang tidak sampai mengenal Tuhan, semuanya saya pelajari selama duduk di bangku Madrasah. Mama adalah Madrasah full day. Madrasah tanpa libur.

Setiap Madrasah punya kurikulumnya masing-masing, begitu juga Madrasah Mama. Kurikulum yan gdiajarkan Mama adalah kurikulum unggulan. Saya sering mendengar bagaimana kerja keras diajarkan  kepada teman-teman saya oleh Ibu mereka, sedngkan di Madrasah Mama program uggulannya adalah “kelas berbagi”. Di kelas ini saya diajarkan agar menjadi peserta didik yang ringan tangan dan berhati luas. Mama menyediakan toples berisi pecahan uang seribu dan dua ribuan di dekat televisi, uang dalam toples tadi digunakan sebagai uang sedekah di kotak infaq masjid setiap kali berangkat sholat subuh berjamaah, atau kapanpun ketika kami ingat. Metode yang digunakan Mama dalam mengajar adalah praktik, bukan teori. Selain aktif di grup WhatsApp keluarga, Mama juga aktif di kegiatan sosial, salah satunya adalah Yayasan yang menyediakan sedekah berupa makanan setiap hari Rabu dan Jumat. Pagi tadi, sebelum tulisan ini ditulis saya membantu Mama menyiapkan 25 kotak makanan yang selanjutnya dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan.

Pelajaran ini susah-susah gampang, saya tidak perlu menghafal banyak teori dan Mama tidak pernah berceramah panjang lebar soal berbagi, seperti berbagi balasannya rumah di surga, sebagian dari hart akita bukanlah hak kita, atau bersedekah menyebabkan kaya. Tidak sama sekali. Mama tidak terlalu melebih-lebihkan kegiatan berbagi, hasilnya kami para peserta didik melihat kegiatan berbagi sama halnya seperti kegiatan-kegiatan yang lain. Tidak ada bedanya membelanjakan uang untuk orang lain atau untuk kita. Buat baik nggak akan buat miskin.

Belajar di Madrasah Mama tidak banyak tuntutannya, bahkan Mama tidak terlalu peduli soal nilai. Mama adalah orang yang simple, clean, and clear. Terutama clean, tidak banyak standar yang harus dicapai di Madrasah Mama, salah satunya adalah kebersihan. Walaupun tidak prefeksionis, standar kebersihan Mama cukup memberatkan, apalai bagi saya yang kemproh dan suka meletakkan barang sak nggon-nggon. Mama adalah orang denga etos kerja tinggi dan banyak orang yang mengakuinya, Mama sangat suka bersih-bersih; piring, baju, motor, mobil, sampai mencuci uang pun dilakukan Mama (seringkali Mama mendapati uang di saku celana Ayah). Pernah suatu kali saya dilarang makan malam sebelum saya selesai menguras kamar mandi. Padahal sebelumnya saya sudah menguras kamar mandi, entah mengapa dengan bantuan Mama kamar mandi di rumah menjadi kinclong, bahkan bakteri pun sungkan masuk kesana.

“Nggak malu ngajak temennya main kamar mandinya kotor begini?”, “Engga”, “Mama yang malu!”. Ujar Mama.

Selain itu Mama adalah orang yang praktis. Dalam hal membeli dan menggunakan suatu benda, Mama adalah orang yang pragmatis dan berorientasi pada fungsi. Mama lebih mementingkan nilai guna sesuatu. Apapun yang masih bisa digunakan ya digunakan. Perlu waktu cukup lama untuk meyakinkan Mama agar mau ganti hp, karena hp Mama waktu itu sudah uzur dan kewalahan menghadapi kehidupan digital yang semakin menggila. Walaupun hampir setiap hari sambat hpnya lemot, Mama berdalih hpnya masih bisa digunakan dan belum saatnya ganti. Awal tahun lalu akhirnya Mama mau dibelikan hp baru, salah satu alasannya karena banyak teman-temannya mebicarakan hp keluaran terbaru, yang kameranya ada tiga.

Bukti lain bahwa Mama adalah orang yang sangat praktis adalah Mama tidak mengikuti tren. Sifat Mama yang ini menurun kepada saya, saya tidak nge-game seperti teman-teman yang lain, karena capek mengikuti tren. Mama tidak mengikuti serial drama Korea (walaupun beberapa kali pernah) juga tidak menggandrungi Ikatan Cinta. Sekilas terdengar Mama tidak relevan dengan wanita seumurannya, tapi Mama tetaplah Mama yang tahu akan banyak hal, bahkan tahu kalau air di bak mandi sudah penuh tanpa harus melihatnya. Tapi, ketidak hadiran Mama dalam berbagai tren yang berkembang menjadikan saya bingung, sebenarnya hal apa yang disukai Mama?

14 Juli lalu, ketika Mama genap berusia 47 tahun saya berinisiatif memberikannya sebuah hadiah, karena bingung hadiah apa yang cocok untuknya saya memutuskan akan membeli Tabloid Nyata, karena sejauh ini yang saya amati Mama gemar membaca tabloid terebut. Bodohnya, saya tidak tahu dimana tempat membeli Tabloid tersebut, akan sangat tidak serpres jika terlebih dahulu saya tanya Mama dimana saya bisa menemukan hadiah untuknya.

Beberapa bulan lalu, saya berlangganan layanan streaming Disney+ dan Netflix di televisi rumah agar sekeluraga termasuk Mama bisa ikut menikmatinya. Hasilnya cukup berhasil, Mama jadi banyak menonton film-film Indonesia, bahkan film Surga yang Tak Dirindukan 3 sampai diputar 3 hari, sebabnya karena Mama selalu ketinggalan ketika yang lain menonton. Etos kerjanya lah yang menyebabkan Mama tidak bisa berdiam diri dan memilih upyek ning pawon mengerjakan apa yang bisa diekrjakan.

Kurikulum lain yang tidak banyak diajarkan oleh banyak Madrasah lainnya adalah mata pelajaran Manajemen Rasa. Mama pelan-pelan berhasil mengubah saya yang awalnya temparemntal menjadi seorang yang nothing to lose bahkan bodo amat. Dulu setiap kali ada teman yang meghina saya atau apapun perkataan yang saya tersinggung olehnya, Mama selalu mengingatkan dengan mantra yang sama berkali-kali, “Emangnya kalo dia ngomong gitu, ada bagian dari badanmu yang cuil?”. Mantra itu selalu berhasil meredakan saya, dan memupuk kesadaran dalam diri saya bahwa setiap orang bahkan dunia pun berhak berasumsi apapun mengenai saya, dan saya juga berhak untuk tidak mendengarkan asumsi mereka. Semakin hari hal-hal tadi menjadikan saya semakin percaya dengan diri sendiri dan mengabaikan hal-hal yang hanya akan menggunggu saya.

Selain rasa marah dan kecewa, Mama juga mengajarkan kepada saya tentang manajemen rasa rindu. Sudah pasti Mama adalah Guru Besar Manajemen Rindu, bagaimana tidak 20 tahun lebih Mama menjalani LDR alias Long Distance Relationship bersama Ayah. Berbeda dengan Fiersa Besari yang kesal dengan jarak, Mama berdamai dengan jarak itu. Tentu tidak mudah hidup jauh dari separuh nafasnya dispisahkan oleh jarak dan Selat Sunda, apalagi tinggal bersama ketiga anaknya yang ndablek e ra ukur-ukur.  Tapi Mama berhasil mengelola dan berteman baik dengan rasa kangen tersebut. Bahkan sebuah karya masterpiece lahir dari jarak dan rindu tadi, anak pertamanya lahir. Sebagai respon dari keresahannya bergulat dengan rasa rindu bertahun-tahun.

Ceritanya, Ayah saya sudah bekerja diluar kota sejak sebelum saya lahir, Ayah dan Mama rutin bertukar kabar, karena tempat kerja Ayah yang jauh dari jangkauan sinyal dan waktu itu belum ada aplikasi WhatsApp, mereka saling berkirim surat. Nah, disetiap surat yang ditulisnya untuk Mama, Ayah selalu menyelipkan puisi-puisi karya Khalil Gibran. Singkat cerita ketika saya lahir nama Gibran dinisbatkan kepada saya. Mungkin harapan Mama agar kelak anaknya menjadi anak yang romantis-puitis dan mampu berdamai dengan rindu seperti Ibunya.

Kini, setelah 20 tahun lebih menimba ilmu di Madrasah Mama, akhirnya saya tahu salah satu cara membahagiakan Mama, setidaknya cara membuatnya tersenyum. Yaitu dengan cara menyiram dan merawat Monstera Adasonii miliknya, kemarin saya di dawuhi Mama untuk membeli turus tanaman, karena turus yang ada sudah tidak cukup panjang menyangga Janda Bolongnya. Sungguh saya senang bukan main, cepatnya pertumbuhan tanaman milik Mama menandakan saya berhasil merawat (membantu mama) tanaman-tanamannya. Tempo hari ketika sedang memindahkan tanaman-tanaman ke dalam pot, saya mendapat sebuah ancaman dari Mama, katanya, “Ini satu daunnya bisa sampe 20 ribu lho, Woo… kalo sampe mbok patahin satu aja, kanvas, kertas-kertas, buku, semua seisi kamarmu Mama obrak-abrik!”.

Satu tanggapan untuk “Mama: Madrasah Tanpa Libur

Tinggalkan komentar