Saya dan Semesta Sama-Sama Suka Bercanda

Jika ada satu hal yang saya benci tentang skripsi (ya, skripsi), maka itu adalah kemampuannya mengubah teman-teman saya. Bagi kebanyakan orang, termasuk diantaranya teman-teman saya, skripsi dianggap sebagai momok yang mengerikan, salah satu hal paling berbahaya dari menjadi dewasa, rentan menyebabkan nangis, kecewa, bahkan pertengkaran. Saking berbahayanya, kami sampai pernah tidak ingin membicarakannya. Sampai-sampai dalam waktu tertentu, beberapa teman menyatakan dengan tegas, boleh nongkrong asal tidak ngomongin skripsi. Mengucapkannya namanya pun serasa haram. Seolah kamu memanggil nama-nama setan di tengah hutan liar. Tabu.

Saya benci dengan hal ini. Mendapati teman-teman saya menjadi serius tiba-tiba dan menjadi rentan (semakin rentan) kecewa. Maka saya mengambil inisiatif. Saya berusaha menganggap skripsi biasa saja, bukan hal yang mengerikan dan patut dihindari layaknya setan. Memang dari awal saya tidak terlalu peduli dengannya juga. Beberapa teman mengatakan saya tidak peduli nilai dan skripsi, selain keliru, hal ini ternyata menyinggung beberapa teman yang lain (lucu bagaimana bisa prinsip hidupmu membuat orang lain tersinggung). Saya tidak benar-benar peduli, saya hanya tidak merasa skripsi adalah hal yang mendesak serta patut dikhawatirkan.

Maka, tiap kali ada pembicaraan skripsi diantara kami, saya selalu berusaha untuk menanggapinya dengan bercanda. Selayaknya sedang membicarakan sepak bola atau berita artis ibu kota, obrolan soal skripsi bisa juga dibuat biasa saja. Saya suka sekali bercanda. Pertanyaan apapun soal skripsi selalu saya jawab bercanda, kecuali soal dosen pembimbing saya yang sekarang memanggil saya dengan panggilan SpongeBob (Skripsi saya meneliti serial animasi SpongeBob). Tiap kali sesi bimbingan skripsi, beliau selalu bertanya, “Gimana kamu Bob, SpongeBob?” 

Pertanyaan lain soal skripsi saya jawab dengan bercanda dan ngawur, misalnya tiap kali ditanya progres skripsi, saya selalu menjawab “Bab 3, walaupun Bab 1 dan 2 belum tuntas.” atau spontan saja “Udah sampai Bab 6.” Pertanyaan “Kapan sidang?” Saya jawab dengan, “udah minggu kemarin, sidang jumat.” Hal ini semata untuk seru-seruan dan barangkali meyakinkan teman-teman saya, jika saya tidak ambil pusing soal skripsi. Silakan bahas apa saja dengan saya, termasuk skripsi. Saya tidak akan muak atau jengah. Biasa saja. Beberapa kali juga saya menyertakan orang lain dalam bercandaan-bercandaan saya, pernah suatu ketika (sering) teman-teman saya merencanakan wisuda bersama-sama, pilihannya antara bulan Oktober atau November. Di tengah pembicaraan saya memotong, “Bareng aku wae, Agustus.”

Seketika teman-teman saya kaget, “Agustus ini?”

“Tahun depan.” Jawab saya sambil cengengesan.

Untuk yang kali ini, tidak semua teman bisa menerimanya. Kebanyakan dari mereka gusar dan langsung membalas dengan ucapan “Jangan sampai” atau “Naudzubillah”.

Saya tidak ambil pusing soal pengerjaan skripsi. Tapi saya rasa saya tidak malas-malas amat. Ini yang beberapa teman salah sangka, mereka mengira sampai sekarang saya sama sekali belum menyentuh naskah skripsi saya. Mereka salah besar. Saya mengerjakan skripsi, hanya saja saya tidak terburu-buru dan santai saja.

Bahkan akhir Agustus lalu skripsi saya sudah tuntas. Serius. Saya sudah menyelesaikan naskah skripsi saya sampai bagian Daftar Pustaka dan Lampiran. Bagaimana bisa saya skripsi saya selesai? Bukannya kemarin-kemarin saya tidak cukup rajin. Ceritanya, saya lama-lama malu juga dengan Ibu saya, berkali-kali meminta restu untuk mendaki gunung, giliran ditanya progres skripsi saya bagaimana, saya selalu menjawab, “Aman, Ma. Bentar lagi kelar.” Atas dasar rasa pakewuh saya berniat menunda semua kegiatan mendaki gunung sampai skripsi dan sidang saya selesai.

Singkat cerita, setelah menyelesaikan revisi dari Dosen Pembimbing, saya mulai mengurus administrasi untuk persyaratan mendaftar sidang, yang ternyata cukup ribet juga, salah satunya Surat Keterangan Bebas Teori. Surat yang menerangkan bahwa saya sudah menyelesaikan semua SKS saya selama berkuliah. Naskah skripsi sebanyak 170 lebih lembar sudah saya print, selanjutnya saya bergegas menuju akademik fakultas. 

Setelah dicek oleh petugas, Surat Bebas Teori yang saya minta harus ditahan, karena ternyata ada 1 mata kuliah yang nilainya dibawah batas minimal. Ingat cerita soal mata kuliah Statistika Sosial yang saya ceritakan nilai saya C? Ternyata selama ini saya keliru membacanya, ternyata nilai saya D! Saya masih harus mengulang 3 SKS.

Baca juga: Cerita Ikan dan Laut

Urusannya semakin tidak mudah, karena mata kuliah Statistika Sosial hanya ada di semester genap, dan sekarang ini masih semester ganjil. Surat Bebas Teori saya ditahan, saya bergegas menemui ke ruangan Kaprodi, berharap bisa menemukan jalan keluar yang meringankan saya. Sampai disana, Kaprodi sedang tidak ada (memang sulit sekali ditemui), saya berbincang dengan admin Prodi, meminta bantuan beliau menyampaikan masalah saya pada Kaprodi.

Keesokan harinya, saya bertanya melalui WhatsApp kepada Admin Prodi, jawabannya nihil. Tidak ada jalan pintas bagi saya. Saya harus menyelesaikan SKS dahulu sebagai syarat mendaftar sidang. Artinya saya hanya bisa sidang tahun depan. Tidak serta merta tahun depan, tapi setelah saya mengulang kelas serta mengikuti Ujian Tengah dan Akhir Semester. Mungkin kira-kira pertengahan tahun.

Bercandaan saya selama ini dengan teman-teman soal wisuda tahun depan akan menjadi kenyataan. Kita menyebutnya dengan ‘Ucapan adalah doa’, beberapa yang lain, yang tidak sanggup menerima kenyataan, berusaha menghibur diri sendiri dengan perkataan sia-sia, “Semesta memang suka bercanda.”

Sama seperti saya, Semesta suka sekali bercanda. Dan kali ini bahan bercandaannya adalah saya.

Satu tanggapan untuk “Saya dan Semesta Sama-Sama Suka Bercanda

Tinggalkan komentar