Keberanian Melakukan Hal yang Itu-Itu Saja

Kita nyaris selalu menggelari seseorang yang melakukan sesuatu diluar kebiasaannya sebagai seorang pemberani. Seseorang yang setiap hari menghabiskan banyak waktu di rumah kemudian memutuskan untuk berpetualang jauh, misalnya. Atau seorang karyawan yang sudah bertahun-tahun hidup nyaman dengan kerja kantoran, kemudian memilih resign dan berwirausaha. Kedua contoh tadi sama. Sama-sama menggambarkan seseorang yang memutus rasa nyaman dan rasa aman yang mereka miliki dengan sesuatu yang baru, yang belum tentu apa hasilnya. Keluar dari zona nyaman. Oleh karena mereka memilih menukar semua hal yang mereka miliki dengan sesuatu yang entah, dengan segenap resiko, predikat ‘pemberani’ patut dinisbatkan pada mereka.

Jika boleh disamaratakan, semua orang yang memilih mengakhiri rutinitas mereka atau menyela-nyelanya dengan sesuatu yang baru, selalu bisa disebut pemberani. Tentu dengan tingkatan yang berbeda-beda. Seorang anak yang biasa berangkat sekolah diantar oleh ibunya, kemudian memutuskan berangkat sekolah sendiri menaiki transportasi umum, juga sudah cukup sebagai seorang pemberani. 

Rutinitas seringkali dikaitkan dengan rasa aman dan rasa nyaman. Mereka yang memutus rutinitas, berarti memutus rasa nyaman. Merekalah seorang pemberani, tapi, bagaimana jika ternyata rutinitas itu tidak menyenangkan? Tidak memberi rasa nyaman dan aman?

Rutinitas seorang siswa adalah berangkat sekolah. Jika ternyata ia tidak menyenangi rutinitasnya, kemudian memilih untuk tidak berangkat sekolah, membolos, apakah ia masih bisa dicap sebagai seorang pemberani? Bisa jadi. Pemberani karena berani menghadapi resiko dimarahi orang tuanya dan disanksi oleh sekolah, tetapi, apakah kemudian mereka yang tetap memilih berangkat sekolah walau nagi mereka itu menjengkelkan, adalah orang-orang yang pengecut? Tentu tidak.

Seorang karyawan yang memilih resign dan mendirikan usahanya sendiri dicap sebagai pemberani. Sedangkan mereka-mereka yang memilih tetap menjadi karyawan, walaupun pekerjaan seringkali menjengkelkan bagi mereka, tapi mereka memilih tetap bangun pagi dan menghadapi semua beban hidup itu, mereka tidak bisa bisa disebut sebagai seorang pengecut.

Rutinitas memang memberikan rasa aman dan nyaman, rutinitas yang dilakukan terus-menerus seringkali menimbulkan kebosanan. Memutus rantai kebosanan tersebut dengan mencoba hal baru memang heroik, tetapi tetap melanjutkan rutinitas tersebut dengan segala kebosanannya, adalah keberanian juga. Orang-orang ini berani menghadapi rasa bosan yang sama, rasa jengkel yang sama. Mereka memilih untuk tidak melakukan hal baru dan berani untuk melakukan hal yang itu-itu saja.

Nyatanya, melakukan hal yang itu-itu saja memang tidak mudah. Seorang yang sejak lama bermimpi menjadi seorang fotografer, ketika akhirnya ia berhasil menjadi seorang fotografer, maka ia harus memotret terus-menerus. Sudah pasti ia akan merasakan jenuh. Tapi sebagai seorang fotografer ia harus terus melakukannya. Mau apa? Banting setir sebagai pegawai kantoran? Kan mimpinya menjadi fotografer, lagian menjadi karyawan kelak juga akan merasakan jenuh dengan pekerjaan yang itu-itu saja.

Ada orang-orang yang bahagianya bersumber dari pencapaian. Bagi mereka, hidup yang itu-itu saja tidak akan membuat mereka merasa ‘hidup’. Keberanian bagi orang-orang ini adalah ketika mereka mencoba hal baru atau hal yang ‘lebih’ dari yang mereka kerjakan sebelumnya. Namun, ada juga orang-orang yang bahagianya berasal dari kestabilan. Dari rasa aman. Maka ketika sudah memiliki rutinitas yang menghadirkan kenyamanan dan keamanan keberanian bagi mereka, adalah tetap melakukan rutinitas tersebut. 

Namun pada kenyataannya tidak selalu semudah itu. Dalam beberapa kasus, kita seringkali tertipu oleh kebahagian semu. Rasa-rasa bahagia yang muncul di depan mata yang kita maknai sebagai kebahagiaan pilihan kita, ternyata hanya sebuah rasa senang yang semu.

Ketika kita dilingkupi kebingungan, hari-hari kita akan melelahkan, dan tentu saja membosankan. Berdiam diri di rumah, atau melakukan kewajiban-kewajiban yang tidak ada artinya bagi kita, sungguh sebuah rutinitas yang menjengkelkan. Kita punya pilihan untuk melupakan semua kebingungan kita, memikirkan hal-hal yang menyenangkan diri kita, melakukan kegiatan yang menyenangkan sambil berkata ‘biarkan semuanya mengalir seperti air’. Memecah rutinitas? Iya. Tapi apakah hal itu sebuah keberanian? Menurut saya bukan.

Dalam hal ini, keberanian terletak, ketika kita melakukan hal yang itu-itu saja, bukannya melakukan hal diluar rutinitas ini. Rutinitas dipenuhi kebingungan tentu bukan rutinitas yang memberi rasa nyaman. Seorang pengangguran yang bosan dengan hidupnya yang itu-itu saja, keberanian baginya adalah tetap melakukan hal-hal yang itu-itu saja; berusaha menemukan pekerjaan, bukannya melakukan kegiatan yang akan membuatnya lupa dengan beban pikiran bahwa ia adalah seorang pengangguran.

Bangun tidur dengan rasa bingung yang sama, sambil terus berusaha mencari jalan keluarnya, berusaha menemukan apa yang benar-benar kita inginkan dalam hidup. Bukannya mengerjakan hal-hal menyenangkan yang melalaikan kita dari menyelesaikan rasa bingung tadi. Menghadapi rasa bingung dan melakukan hal yang itu-itu saja adalah sebuah keberanian yang tidak semua orang bisa melakukannya.

Keberanian juga bisa berwujud ketika kita punya kesempatan untuk melakukan hal yang baru, hal-hal hebat, namun tetap memilih melakukan hal yang itu-itu saja, karena hal itu adalah tanggung jawab kita. Menyiapkan sarapan bagi seorang ibu rumah tangga, dan belajar bagi seorang siswa misalnya.

Mengutip Charles Bukowski, “The courage it took to get out of bed each morning to face the same things over and over was enormous.”

Tinggalkan komentar